Kamis, 09 Desember 2010

Saat Dunia Nyata Tak Lagi Menarik

Akhir-akhir ini saya merasa tidak seperti manusia yang sebagaimana harusnya. Manusia yang katanya sebagai makhluk individu yang memiliki unsur jasmani dan rohani, makhluk sosial yang seharusnya hidup bermasyarakat – berinteraksi dengan individu lain secara nyata. Sepertinya beberapa unsur itu tidak menyatu dalam diri saya. Terasa ada yang hilang, kurang tercecer atau tak lengkap. Sebuah kejadian di sebuah warung kopi, membuat sadar bahwa saat ini saya mengalami “krisis interaksi di dunia nyata”.

Di Warung kopi, saya duduk manis dengan segelas kopi di sebelah kiri. Tanpa mengamati kanan kiri, langsung membuka laptop dan mulai mengakses internet. Internet seperti pintu kemana saja milik doraemon, membawa kemanapun saya mau : mengucapkan selamat malam pada teman saya di India – menanyakan makan malam teman saya di Prancis – sekedar mengobrol dengan beberapa teman di kota lain. Bahkan mengirimkan tulisan-tulisan saya, tanpa harus repot mengantarkannya langsung. Dan semua bisa lakukan dalam waktu bersamaan. Cukup diam di depan laptop, membiarkan jemari yang memainkan huruf-huruf di atas keyboard. Menjadikannya tawa tanpa harus bersuara – menjadikannya tangis tanpa meneteskan air mata – mengungkapkan apapun tanpa harus malu ketika raut wajah memerah. Yah ini yang menyebabkan saya “autis” ketika sudah berada di dunia maya.

Kenyataannya ketimbang dunia nyata, dunia maya ini jauh lebih menarik buat saya. Internet bisa menghubungkan saya dengan manusia-manusia di belahan dunia manapun, berinteraksi dengan individu-individu baru, mengefesienkan waktu, mempermudah cara berinteraksi. Sejak ada internet dan berinteraksi melalui dunia maya menjadi tren, saya sedikit meninggalkan cara interaksi konvensional. Merasa dimudahkan, saya lebih mudah “akrab” ketika mengobrol di dunia maya, merangkai kata menjadi lelucon – padahal di dunia nyata saya susah melakukan ini. Yang paling saya sukai ialah tidak perlu menatap orang terlalu lama, tidak harus selalu tersenyum cukup mengetikan icon :) sudah cukup bagi lawan mengobrol kita. Atau tidak perlu malu, saya bebas menguap kapan saja toh yang dihadapi hanya sebuah monitor, bukan fisik manusia secara nyata yang mungkin bisa mengkritik saat itu juga. Saya terlalu nyaman tinggal disini, sampai seorang sahabat mengatakan “ berinteraksi dalam ruang maya, lama-lama bisa mematikan panca inderamu” *glek* saya sedikit tidak bisa menerima dengan apa yang dia katakan. Apa maksudnya coba? yah Meskipun pada akhirnya…

Saya sadar ada rasa rindu dengan teman-teman untuk berinteraksi secara nyata. Rindu bercengkrama secara langsung dengan teman, memberikan pelukan besar tanpa harus menggantinya dengan sebuah icon yang akhir-akhir ini saya anggap tidak lucu :(. Saya ingin mendengar secara langsung tawa teman-teman, mencium bau parfum terbarunya dari dekat, melihat langsung perubahan-perubahan dalam dirinya ketika bertatap muka saat mengobrol. Saya merindukan semua hal yang nyata yang dulu dirasakan menggunakan semua panca indera. Sekarang teman-teman saya berubah menjadi layar segi empat yang ajaib. Hal ini mengingatkan saya, ternyata menjadikan dunia maya sebagai interaksi utama dalam kehidupan bersosial, bisa menjauhkan diri dari kehidupan sosial di dunia nyata. bagaimana dengan kamu?